Jumat, 04 Februari 2011

kaiman agustus 2010

Top of Form

Kaiman dan jamur tiram (dari supir menjadi wirausahawan produktif)

Bottom of Form

August 11, 2010

http://theangel.files.wordpress.com/2010/08/jamurtiram.jpg?w=150&h=112Kaiman, 49 tahun, adalah contoh sosok pengusaha kecil yang mengalami keberhasilan dalam menekuni usaha budidaya jamur tiram berlokasi di Desa Bulu Kandang, Kec. Prigen, Kab. Pasuruan, Jawa Timur

Bapak dua anak itu merintis usaha tersebut sejak 2005 dengan susah payah, dan kini secara rutin telah memasok jamur tiram ke pelanggan rata-rata 100 kg/hari dengan harga jual Rp10.000/kg serta 1.000 unit baglog/media tanam dengan harga jual Rp2.250 per unit, sesudah memperoleh pembinaan dari PT HM Sampoerna Tbk mencakup bantuan peralatan, manajemen serta promosi.

Sebelum menjadi petani jamur tiram, Kaiman selama 14 tahun, sejak 1995 bekerja sebagai sopir angkutan barang rute Surabaya – Bali. Bosan menjalankan kendaraan angkutan barang antar provinsi, lelaki bertubuh kecil itu lantas menghentikan profesinya dan membeli kendaraan bermotor roda empat sistem kredit untuk dioperasikan sebagai angkutan kota di wilayah Kab. Pasuruan.

Akibat sepinya volume penumpang, maka Kaiman tidak memperoleh pendapatan yang cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari dalam rumahtangga. Sehingga dia pun tidak melanjutkan usaha angkutan kota.

“Peluang kerja sangat sempit bagi saya sebab saya tidak punya ijazah, mengingat tidak tamat Sekolah Dasar (SD). Dalam keadaan seperti ini, pada 2005 ada tawaran untuk mengikuti pelatihan kewirausahaan di bidang budidaya jamur dari HM Sampoerna, maka saya mengikutinya,” ujar Kaiman.

Desa tempat tinggal Kaiman memang berada di sekitar pabrik sigaret kretek mesin (SKM) yang dioperasikan PT HM Sampoerna Tbk di Sukorejo, Kab. Pasuruan. Dan industri rokok tersebut memiliki program pemberdayaan masyarakat desa berupa pelatihan usaha sesuai potensi desa setempat, yang dilakukan melalui lembaga Pusat Pelatihan Kewirausahaan (PPK) Sampoerna.

Kaiman mengaku pada 2005 mengikuti pelatihan usaha di PPK Sampoerna selama 14 hari berupa bimbingan tentang pengadaan bibit sistem kultur jaringan, proses pembuatan media tanam jamur tiram dan metode pembudidayaannya. Bahkan ada pula pelatihan membuat makanan berbahan baku jamur.

Ada 20 peserta dari Desa Bulu Kandang yang turut dalam pelatihan budidaya jamur tiram, kemudian secara berbarengan memulai usaha tersebut. Tetapi dalam perkembangannya beberapa orang tidak berlanjut dan sebagian besar lainnya merintis pertanian jamur termasuk Kaiman.

Dengan bermodalkan 1.000 unit baglog, Kaiman memulai usaha budidaya jamur tiram dengan penuh keseriusan. Tempat budidaya yakni bangunan berdinding gedeg/bambu telah dimiliki, maka wirausaha jamur dapat dilaksanakan.

Berdasarkan ilmu yang diperoleh dari pelatihan, media tanam terdiri dari serbuk kayu gergajian, dedak/katul, tepung jagung dan kalsium yang dibungkus plastik dengan bobot 1,1 kg per unit baglog.

Kumbung seluas 50 m2 (lebar 5 meter x panjang 10 meter) dapat dimanfaatkan untuk pembudidayaan 5.000 unit baglog.“Jamur tiram tergolong tanaman yang cepat tumbuh dan setiap unit baglog dapat menghasilkan panenan hingga 1 kg selama 5 bulan, lalu diganti media tanam baru. Tetapi saat panen perdana saya kesulitan mencari pasar,” kenang Kaiman.

Untuk itu, dia melakukan penjualan keliling guna menawarkan jamur tiram ke restoran dan swalayan, sementara di pasar tradisional umumnya belum terbiasa digunakan menjual komoditas tersebut sebab masyarakat luas belum terbiasa mengkonsumsi jamur tiram.

Dengan didasari ketekunan untuk meraih keberhasilan, Kaiman tidak lelah memasarkan jamur tiram ke calon pembeli potensial yakni para pengepul maupun restoran pengguna jamur untuk bahan masakan.

“Selain mencari terobosan pasar sendiri, saya juga dibantu PPK Sampoerna untuk mempromosikan jamur yang dipajang di etalase PPK Sampoerna sekaligus diikutkan pameran bersama pengusaha kecil lainnya yang dibina Sampoerna,” papar Kaiman.

Berkat ketekunan dalam memperluas pasar, Kaiman berhasil mendapatkan order dari para pengepul maupun restoran di berbagai kota (tidak terbatas di wilayah Kab. Pasuruan). Seiring semakin besarnya daya serap pasar, Kaiman pun dapat meningkatkan volume usahanya.

Kini dia memiliki beberapa kumbung yang digunakan membudidayakan puluhan ribu unit baglog. Selain itu, juga memenuhi permintaan baglog dari petani Dengan demikian, Kaiman mampu memunculkan petani-petani jamur di beberapa daerah.

Sesuai tuntutan pasar, Kaiman harus menyiapkan jamur dan baglog dalam jumlah yang cukup. Untuk menggerakkan kegiatan usahanya, dia kini didukung 12 tenaga kerja yang diupah secara harian.

“Saya kini rata-rata memasok baglog sebanyak 1.000 unit per hari dengan harga jual Rp2.250 per unit antara lain memenuhi permintaan dari Dinas Pertanian dan Perum Perhutani di beberapa kabupaten/kota, selain pesanan langsung dari petani/pembudidaya. Ini membuktikan konsumsi jamur semakin meningkat,” papar Kaiman.

Meningkatnya konsumsi jamur otomatis berdampak positif terhadap peningkatan omset Kaiman. Soalnya, harga jual jamur tiram sebesar Rp10.000/kg, sedangkan Kaiman mampu memasarkan 100 kg/per hari memenuhi pengepul dan restoran.

Untuk memperlancar kegiatan usaha budidaya jamur tiram dibutuhkan ketersediaan bahan baku utama yakni serbuk gergajian kayu. Masalahnya, serbuk kayu gergajian di Kab. Pasuruan kini mulai langka, sehingga harus dicari hingga kabupaten-kabupaten tetangga yakni di Kab. Malang dan Kab. Lumajang.

Harga beli serbuk kayu Rp8.000 per sak ukuran 40 kg, yang dapat diolah menjadi 25 unit baglog, sehingga berdasarkan kalkulasi cukup menguntungkan kendati ditambah jenis bahan lain untuk media tanam.

Sejalan dengan berkembangnya usaha budidaya jamur tiram dan produksi baglog, Kaiman kini benar-benar mampu menikmati hasilnya. Dia optimis usaha yang digelutinya sejak empat tahun terakhir akan mampu meningkat lagi di masa-masa mendatang.

Community Development Executive PT HM Sampoerna, Widowati, menjelaskan Kaiman merupakan bagian dari puluhan pengusaha kecil binaan perusahaan tersebut yang masih perlu pendampingan hingga benar-benar mampu mandiri.

“Kami sejak tahun lalu juga mengoperasikan UKM (Usaha Kecil Menengah) Center di Central Business District Taman Dayu, Kab. Pasuruan, yang memiliki fasilitas untuk men-display produk yang dihasilkan mitra binaan. UKM Center juga dijadikan ajang per-temuan sesama pengusaha kecil untuk saling tukar informasi dan berlatih tentang pemasaran,” papar Widowati.(www.bisnis.com/life inspirasi negeri)

Bisnis budidaya jamur tiram ternyata menjadi salah satu bisnis yang sangat menjanjikan saat ini. Selain hanya memerlukan modal yang relatif terjangkau, jamur tiram ini mempunyai harga jual yang tinggi. Kisah sukses ini dialami Kaiman asal Jawa Timur. Dengan modal nol, saat ini bisnis budidaya jamur tiramnya mampu meraup untung mencapai Rp. 150 juta/bulan.

Kesuksesan menjalani bisnis jamur tiram membawa berkah bagi kehidupan Kaiman. Bisnis jamur tiram dilakukan Kaiman sejak awal 2005 melalui kisah yang penuh liku. Sebelum menjadi pengusaha jamur tiram, Kaiman adalah seorang sopir angkutan barang. Akibat turunnya volume pengiriman barang pada saat itu, Kaiman memutuskan untuk berhenti menjadi sopir. Karena hasil yang diperolehnya tak dapat mencukupi kebutuhan keluarganya sehari-hari. Di tengah kegalauan, Kaiman yang tak memiliki pekerjaan tetap, sedangkan kebutuhan untuk keluarga sehari-hari harus dipenuhi, membuatnya mencari jalan pintas untuk memenuhi tuntutan hidup dengan bekerja sebagai preman, sebagaimana dituturkannya kepada Info PDN. Kaiman bercerita tentang awal mula kesuksesannya dalam bisnis budidaya jamur tiram ini bertepatan pada saat krisis moneter melanda Indonesia pada tahun 1997, perusahaan tempatnya bekerja memutuskan hubungan kerja sebagai sopir. ”Hidup sedang sulit, ditambah derita terkena PHK. Akhirnya saya berfikir bagaimana cara mendapatkan uang secara cepat, ya jadi preman itulah,” ujar Kaiman. Dengan pekerjaan sebagai preman yang dijalaninya, membuat kedua orang tua Kaiman saat itu prihatin. Bagaimana tidak, jangankan punya waktu untuk membantu beberapa orang adiknya untuk mandiri, anak dan istrinya pun sempat terlantar. ”Karena iba melihat kedua orang tua dan anak-anak, akhirnya saya memutuskan berhenti dari pekerjaan yang tidak baik itu,” ucap Kaiman.

Di tengah keputusasaan, pria yang tak tamat pendidikan SD itu diajak mengikuti pelatihan kewirausahaan budi daya jamur yang diadakan oleh PT. HM Sampoerna Tbk. ”Mau kerja yang layak tidak mungkin karena tidak memiliki ijazah serta keahlian, maka tak ada pilihan lain bagi saya, kecuali mengikuti pelatihan itu,” tutur Kaiman. Meski telah mengikuti pelatihan budi daya jamur secara intensif, tak terlintas di benak Kaiman untuk terus menerus menekuni budidaya tanaman pangan itu. Sumber motivasinya dikala itu hanyalah berkeinginan mengangkat derajat hidup keluarga. ”Sebenarnya tadinya tak ada niat menjadi pengusaha jamur. Memilih berbudidaya jamur juga sangat kebetulan. Sebab, di desa saya banyak sekali limbah serbuk kayu. Dari pelatihan, saya tahu bahwa limbah tersebut dapat menjadi media tanam jamur tiram,” tegas Kaiman. Melalui Pusat Pelatihan Kewirausahaan Sampoerna, yang saat ini bernama Pusat Pengembangan Kewirausahan (PPK) Sampoerna, pada 2005 Kaiman mendapatkan bantuan bibit jamur tiram sebanyak seratus baglog (media tanam). Selain bibit, PPK juga menyediakan seorang pendamping yang membantu menjalankan usahanya.”Awalnya sering gagal panen. Dari menanam seribu benih, yang berhasil hanya 500 jamur tiram. Penyebabnya adalah kontaminasi benih dan hama. Jamur tiram itu dibudidayakan secara organik. Jadi, jika hama menyerang tak boleh dibasmi menggunakan pestisida,” ujar Kaiman. Selain persoalan hama, pada saat awal mulai usaha Kaiman diuji dengan masalah pemasaran. Karena beberapa tahun yang lalu muncul image kuat di masyarakat tentang jamur tak aman dikonsumsi karena mengandung racun. Namun, dengan penuh keyakinan Kaimanpun mencoba memasarkan ke pasar-pasar dengan meyakinkan calon pembeli bahwa jamur tiram merupakan jamur atau makanan yang aman dikonsumsi, bergizi tinggi, dan bisa diolah dalam berbagai variasi hidangan makanan. Setelah dua tahun berusaha, berkat ketekunan perlahan-lahan penjualan jamur hasil budidaya buah tangannya meningkat.

Saat permintaan terhadap bibit baglog mencapai 1.500 unit, terfikirlah oleh Kaiman untuk ekspansi usaha. Namun apalah daya, Kaiman terbentur masalah modal. Sebab, hasil penjualan bibit jamur tak cukup untuk meluaskan tempat produksi. Akhirnya, melalui pinjaman BPKB kendaraan kerabatnya sebagai agunan, Kaiman lantas nekat mengajukan permohonan kredit sebesar Rp. 10 juta kepada bank. ”ternyata perhitungan saya tepat. Penjualan saya terus meningkat sehingga dapat melunasi kredit bank sebelum jatuh tempo,” tutur Kaiman. Melihat kegigihan Kaiman saat itu, pihak bank pun tak segan-segan memberikan kepercayaan pinjaman untuk kedua kalinya, jumlah pinjaman dua kali lipat dari sebelumnya. Dua tahun setelah mengawali usaha, Kaiman mampu mendapatkan laba bersih rata-rata Rp 2,5 juta/bulan. Saat itu satu unit baglog bibit jamur dibanderolnya dengan harga Rp. 1.800 sampai Rp. 2.250. Padahal, modal awal untuk media tanam yang terdiri atas serbuk kayu, tepung jagung, kalsium serta lainnya tak lebih dari Rp. 1000/unit Meskipun dapat dikatakan sebagai pengusaha baru, naluri bisnisnya yang dimiliki Kaiman cukup tepat. Kaiman menyadari bahwa menjual bibit jamur tiram lebih menguntungkan dari pada menjual jamur tiram siap olah. Diperkirakan sejak tiga tahun lalu, 80 persen pendapatan usaha jamurnya berasal dari berjualan baglog, sedangkan sisanya diperoleh dari berjualan jamur tiram. ”Jamur tiram tergolong tanaman yang dapat tumbuh cepat. Setiap baglog jamur tiram bisa menghasilkan panen hingga 1 kg selama lima bulan, lalu diganti dengan media tanam baru,” jelas Kaiman.

Pada tahun 2008, Kaiman memberanikan diri melakukan ekspansi pasar dengan menjual produknya ke luar pulau, seperti Bali, Nusa Tenggara Barar, hingga Kalimantan. Setahun kemudian, Kaiman terus berinovasi dengan memperbaiki kemasan produk jamur tiram dengan menggunakan styrofoam, serta memberikan merek pada jamurnya dengan nama Jatiman (Jamur Tiram Kaiman). ”Dengan memiliki kemasan, membuat harga jamur saya meningkat dua kali lipat. Nama ”Jatiman” merupakan nama merk pemberian oleh salah satu mahasiswa progam best student Sampoerna 2009,” ujar Kaiman. Untuk jamur tiram siap olah, saat ini Kaiman mematok harga sekitar Rp. 10.000/kg. Pangsa pasar konsumennya adalah rumah makan atau restauran, supermarket, hingga penjual panganan jamur crispy di Surabaya dan Pasuruan. Saat ini Kaiman telah miliki lima kumbung tempat produksi jamur tiram. Kaiman pun kini mampu menjual 60 ribu baglog setiap bulan atau 40 kali lipat lebih banyak dari pada omzetnya saat mengawali usaha. ”Saya sekarang bisa menikmati keuntungan bersih Rp. 30 jutaan/bulan, dengan omzet mencapai Rp. 130 juta hingga Rp. 150 juta/bulan,” tutur Kaiman.

Diantara jamur tiram yang dibudidayakannya, saat ini Kaiman memiliki dua jenis produk bibit unggulan, diantaranya jenis Formula 1 (F1) serta serta Formula 2. untuk bibit F1 seharga Rp. 150/botol kecil, serta bibit F2 dihargai hanya sepersepuluh. ”Peminat F1 memang lebih tinggi, sebab dengan satu botol F1 dapat menjadi 60 botol bibit F2 berkualitas,” jelas Kaiman. Dari hasil usahanya saat ini, Kaiman tinggal menikmati hasilnya, itu terlihat dengan tiga rumah yang dimiliki, lahan 1 hektare untuk budidaya jamur serta empat kendaraan umum dan kendaraan roda dua yang terparkir dirumahnya. ”cita-cita saya kedepan sederhana, saya tidak rakus, yang penting usaha saya terus maju agar tak lontang-lantung seperti dulu,” tandas Kaiman. Di sisi lain Kaiman juga memiliki hati yang mulia. Demi membantu sesama, dengan keahliannya ia berharap dapat membantu para petani lain untuk memulai usaha di bidang jamur tiram. saat ini Kaiman memiliki 20 karyawan yang dipekerjakan dengan bayaran harian. Dari keseluruhan karyawan berlatar belakang kelam sepertinya dulu.

http://ditjenpdn.depdag.go.id/images/webimage/Budidaya%20Jamur%20Tiram_3.jpg

Pengalaman Unik
Salah satu pengalaman unik yang pernah dialami pria kelahiran 1960 itu adalah ketika didaulat sebagai pembicara di Bandung beberapa tahun lalu. ”walupun saya tak percaya diri, saya paksakan untuk menerima undangan. Bagaimana tak tergiur, akomodasi dan transportasi ditanggung panitia. Juga dapat uang Rp. 15 juta,” ujar Kaiman. Sejak berhasil sebagai petani jamur tiram, saat ini banyak yang memintanya untuk menjadi pembicara. Kaimanpun
kini didaulat sebagai pembicara tetap di pelatihan-pelatihan yang digelar Dinas UKM dan Koperasi Pemprov Jawa Timur maupun Dinas pertanian. Saat ini Kaiman juga sering menerima para peneliti yang magang di rumahnya.
Tak hanya mahasiswa maupun akademisi yang tertarik akan keberhasilannya dalam mengembangkan bibit jamur tiram organik super. Bahkan, banyak tamu dari luar negeri yang mampir ke rumahnya untuk sekedar membeli atau hanya untuk konsultasi. ”dan bahkan beberapa tamu dari luar negeri, yang kebanyakan berasal dari Tiongkok dan Taiwan,” ujar Kaiman. Bagi meraka yang ingin menjalani usaha apapun jangan berputus asa sebagaimana kisah Kaiman ini. Petuah orang tua mengatakan, Indonesia ini negara yang sangat kaya. Sebatang kayu pun akan tumbuh bila di tanam di tanah air kita ini. Awal yang penting adalah niat, berdoa, yang kemudian berusaha. Selanjutnya biarkan Tuhan yang tuntun kita.

(sumber :Majalah Info PDN edisi September 2010)

Last Updated on Tuesday, 14 December 2010 04:04

Main Menu